Laman

Minggu, 28 Desember 2008

Mencicipi Nikmatnya Bisnis Pempek

Bisnis makanan memang tidak ada matinya. Peluang berbagai jenis makanan pun makin menjanjikan, termasuk makanan khas daerah Palembang, yaitu pempek.

Salah satu peluang bisnis yang bisa digarap adalah pempek Patrol. Namun berbisnis pempek Patrol ini bisa dilakukan tidak hanya dengan penjualan langsung ke konsumen, tapi juga bisa dengan penjualan pempek ke counter, restoran, kafe, pesanan acara, dan lain-lain.

Untuk memulai berbisnis pempek Patrol, modal yang disiapkan sekitar Rp 15 juta. Dengan investasi sebanyak ini Anda akan mendapatkan paket gerobak fancy lengkap dengan peralatan, perlengkapan, dan pelatihan. Saat ini pempek Patrol sudah memiliki setidaknya 20 unit bisnis gerobak fancy.

* Untuk memulainya, calon mitra diminta mengajukan persetujuan tertulis untuk membeli paket peluang bisnis pempek Patrol sekaligus permohonan survei lokasi usaha.
* Bersamaan dengan itu, calon mitra membayar tanda jadi Rp 500.000 ke pempek Patrol sebelum survei dilakukan.
* Tanda jadi Rp 500.000 itu akan dikembalikan saat calon mitra jadi membeli paket peluang bisnis pempek Patrol sekaligus membayar Rp 15 juta.
* Sebaliknya, tanda jadi tidak dapat dikembalikan jika survei sudah dilakukan tetapi calon mitra tidak jadi beli peluang bisnis tersebut.
* Biaya akomodasi dan transpotasi survei yang dilakukan di luar Jakarta menjadi tanggungan calon mitra.
* Setelah sepakat atas pembelian, calon mitra mentransfer investasi Rp 15 juta ke rekening yang akan diberitahu.
* Paket gerobak fancy akan dikirimkan dalam jangka waktu 1-2 minggu sejak tanda bukti resmi transfer bank diterima.
* Serah terima perangkat dan produk dilakukan di lokasi pihak mitra di tempat yang sudah disetujui bersama.
* Beban ongkos kirim paket gerobak fancy tidak dibebankan pada pihak mitra jika lokasi berada adlam radius 30 km di daerah DKI Jakarta, Depok, atau Bekasi. Sementara untuk daerah lain, ongkos kirim akan menjadi tanggungan pihak mitra.


Keuntungan bersih setiap bulan yang bisa didapatkan dari bisnis pempek Patrol ini sekitar Rp 3 juta. Dengan begitu, bisnis ini bisa mencapai balik modal kurang lebih dalam 4 bulan.(sumber: detik.com)

Telepon (021) 92684359

Menggeliat di Tengah CD Bajakan

Peredaran film dalam bentuk kepingan cakram padat bajakan telah menguasai pasar secara nasional. Bahkan, dari 9 juta film yang beredar sepanjang 2005, sekitar 92 persennya bajakan dan bertambah setiap tahunnya. Maraknya produk bajakan dengan harga lebih murah ketimbang yang asli ini, memicu jumlah peminat yang makin banyak.

Di tengah gempuran cd-cd bajakan, Wirawan Hartawan justru membuka Odiva, usaha penyewaan film dalam bentuk kepingan cakram padat original. Odiva pertama kali dirintis pada tahun 1997. Wirawan mengakui, tantangan terbesar yang harus dihadapi adalah cd bajakan.

Namun, kala itu Wirawan tetap optimis usahanya akan mulus. "Toh, tidak sedikit juga yang memilih cd original. Cuma bayar Rp 4.000 bisa nonton dengan kualitas yang bagus," kata Wirawan kepada Kompas.Com.

Wirawan yang juga pemilik Disc Tarra ini memilih jalur franchise untuk mengembangkan usahanya. Menurutnya, franchise lebih menguntungkan dibanding membuka cabang. "Kalau membuka cabang kan belum tentu dia bisa sebagus pusatnya. Tapi kalau franchise, dia kenceng sendiri," ujarnya.

Saat ini, jumlah pembeli hak waralaba (franchisee) Odiva sudah mencapai 120, dan tersebar seluruh Indonesia, termasuk Makassar, Jayapura, Pare-Pare, Bontang, Kalimantan, dan sebagainya.

Wirawan mengatakan membangun bisnis Odiva lewat franchise terbilang cukup sulit. Sebagian orang menganggapnya bisnis pinggiran yang hanya menyewakan CD dengan harga Rp 4.000-an. Sehingga ketika difranchisekan, banyak orang ragu untuk membeli hak waralaba. "Siapa yang tahu Odiva. Orang melihatnya cuma bisnis sewa CD Rp 4.000 perak," kata Wirawan.

Belum lagi harus menghadapi beberapa franchisee yang nakal dan tidak mau mengikuti peraturan dari franchisor. "Kalau boleh jujur, menghadapi franchisee yang nakal cukup makan hati," tuturnya.

Menurut Wirawan, franchisee tersebut tidak mau mengikuti aturan yang ditetapkan, tetapi justru rewel dan banyak mengeluh. Karena itu, sekarang Wirawan hanya mau concern terhadap calon franchisee yang benar-benar mau serius dan fokus terhadap bisnis. Wirawan juga membangun relationship antara franchisee dan franchisor Odiva seperti sebuah keluarga besar. "Kami bisa elu-gue, bahkan seperti saudara," ujarnya.

Dia juga selalu menyempatkan tiga hari dalam seminggu untuk berkumpul, berdialog dan makan bersama dengan para franchiseenya. Dengan begitu, komunikasi terus berjalan antara kedua belah pihak dan menjaga faktor kepercayaan.Hasilnya, semakin banyak pembeli hak sewa Odiva.

Selain Disc Tarra dan Odiva, Wirawan juga mempunyai usaha rumah makan Jepang, Goiza. Wirawan berangan-angan juga akan mengembangkan Goiza dengan jalur franchise. "Tahun depan saya juga akan franchise-kan Goiza," kata Wirawan. Saat ini, Goiza memiliki 8 cabang yang tersebar di mall Jakarta.(sumber : kompas)

Mencicipi Sedapnya Laba Usaha Bumbu Curah

Belakangan ini banyak orang lebih memilih cara yang lebih praktis, termasuk dalam hal bumbu masakan. Acapkali, orang malas bila harus membuat bumbu masak sendiri. Selain rumit, tangan juga bakal belepotan dengan rempah-rempah bumbu. Karenanya, banyak membeli bumbu jadi di pasar. Neken Jamin Sembiring menangkap petuang ini.

Di kota besar, orang maunya serba praktis. Begitu pula dengan urusan dapur. Soal bumbu masakan, misalnya, orang tak mau repot-repot mengolah, entah itu memblender, memarut, mengulek, dan seterusnya. Kalau ada yang siap saji, entah itu dalam kemasan instan maupun gilingan pasar, tentu orang lebih condong ke pilihan ini.

Tentu saja, kebutuhan ini memunculkan peluang bisnis menguntungkan, yakni membuat bumbu giling siap pakai. Salah satu pemain besar di Jakarta adalah Neken Jamin Sembiring. Ia merintis usaha bumbu giling di pasar sejak tahun 1977. Belakangan, ia memberi kemasan dan merek bumbunya Gerak Tani. "Bumbu sudah menjadi kebutuhan pokok," ujarnya.

Dengan dibantu sang istri, Sembiring rutin menebar bumbu di sejumlah pasar tradisional di Jakarta. Sebut saja Pasar Kramat Jati dan PasarJatinegara. Selain pasar tradisional, orang juga bisa menemukan bumbu Gerak Tani di sejumlah pasar swalayan.
Maklum, bumbu hasil racikan Sembiring sangat beragam, mulai bumbu soto, gulai, rendang, rawon, opor, sampai bumbu masakan asing.

Selama ini, langganan Sembiring bukan saja dari kalangan ibu rumah tangga, tapi juga usaha katering. Secara rutin, ia juga memasok 50 jenis bumbu ke perusahaan katering yang biasa melayani maskapai penerbangan. "Saya menjual bumbu mentah di pasar. Kalau buat katering, biasanya bumbu sudah matang," jelas bapak dua anak ini.

Dalam sehari, Sembiring mampu menjual setengah ton bumbu. Omzetnya bisa mencapai Rp 6 juta per hari. la mengaku mengambil laba bersih minimal 10 persen dari nilai omzet.

Sembiring serius menekuni usahanya ini. Buktinya, ia sangat selektif memilih rempah-rempah sebagai bahan dasar pembuatan bumbu. "Saya sangat memperhatikan kualitas," ucapnya. Ia mendatangkan aneka cabai segar dari daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Sembiring juga sengaja berbelanja asam gelugur, kelapa gongseng, dan daun kunyit langsung dari Medan Sumatra Utara. Dengan bahan baku yang cukup berkualitas itu, Sembiring menjamin bumbu buatannya berkualitas. "Kami menyajikan puluhan varian bumbu. Bukan saja untuk menu masakan Indonesia tapi juga untuk masakan luar," jelasnya lagi.

Selama ini, Sembiring mengolah bumbu-bumbu itu di Jatiwaringin, Pondok Gede, Bekasi ini. la mengklaim, bumbu olahannya bisa tahan antara 6 bulan sampai -1 tahun, asal masih dalam kemasan. "Kami tidak menggunakan bahan pengawet," katanya. la mengaku bekerjasama dengan Badan Tenaga Nuklir Nasional menyinari bumbu dengan sinar gama sehingga bisa tahan lama. (Kontan)

Selasa, 23 Desember 2008

Meracik Laba dari Makanan Sehat

Mengkonsumsi makanan sehat harus menjadi kebiasaaan agar kesehatan badan terjaga. Caranya, tentu saja dengan memilih makanan alami dan dalam kondisi segar, tanpa bahan pengawet. Salah satu makanan sehat yang aman dikonsumsi adalah salad, entah salad sayuran atau buah-buahan.

Salah satu pengusaha yang melihat potensi usaha salad sehat ini adalah Doddy Hakim. Sejak 2003 silam, ia menekuni bisnis salad buah. Ia punya keinginan salad tidak hanya tersedia di restoran mahal.”Saya ingin memasyarakatkan salad. Soalnya, ini salah satu makanan sehatt” ujarnya.

Awalnya, Doddy lebih banyak memperkenalkan produknya lewat pameran dan bazaar. Ia mengaku memilih membuat salad buah lantaran lebih tahan lama daripada sayuran. Selain itu, masyarakat cenderung lebih banyak menyukai buah ketimbang sayuran.
Doddy menjual saladnya dalam tiga kemasan, yaitu gelas ukuran 85 gr seharga Rp 10.000, kotak besar seberat 500 gr dengan harga 2007, Doddy mencoba menawarkan jalinan kemitraan kepada khayalak umum. Ia menamai usahanya Dinda Salad.

Dengan bermodal sekitar Rp 10 juta, Doddy membuat kemasan, etalase, brosur buat promosi, dan bahan baku buah-buahan. Ia menggunakan tujuh jenis buah, diantaranya anggur, pir, leci, dan nanas.”Penyediaan bahan baku tersebut bisa menghabiskan sampai 40% dari seluruh modal. Sebab, harga bahan bakunya memang relatif mahal,” ujar Doddy.

Doddy menawarkan tiga paket Rp 7 juta, paket 10 juta, dan paket Rp 15 juta. Tiga paket itu memiliki etalase sama. Bedanya, jika memilih paket pertama , mitra hanya akan mendapatkan fasilitas dasar seperti replica produk buat pajangan dan produk salad kemasan senilai Rp 1juta.

Balik modal setahun

Pada paket kedua, mitra akan mendapatkan tambahan brosur, kartu nama, spanduk, kemasan, dan salad jadi dalam kemasan senilai Rp 1,5 juta. Paket ketiga mendapatkan semua fasilitas dengan tambahan kotak pendingin dna produk kemasan jadi seharga Rp 2,2 juta.

Diluar biaya itu, Doddy tidak mengenakan royalty fee. Cuma ia mewajibkan mitra membeli bahan baku dan bumbu darinya. Ia sengaja memasok produk dalam bentuk bahan baku olahan lantaran ingin menjaga kerahasiaan resep dan juga kualitas rasa yang seragam.

Saat ini, Doddy sudah memiliki tiga mitra diluar kota seperti Palembang, Samarinda, dan Balikpapan.”Biasanya, mitra memesan produk sampai 4 kali sebulan. Satu kali pemesanan bisa sebesar Rp 4 juta,” ujarnya.

Karena pasarnya kalangan menengah atas, Doddy menyarankan lokasi penjualan saladnya didaerah perkantoran besar atau kompleks perumahan, minimal, butuh lokasi sekitar 1 x 2 meter. Ia menyarankan mitra mencaripesanan khusus seperti dari pernikahan untuk mendongkrak pendapatan.

Doddy menghitung omzet usaha ini per bulan bisa mencapai Rp 7,5 juta.”Dengan asumsi penjualan per minggu sebanyak 100 salad ukuran kecil dan 50 salad ukuran besar,” katanya. Ia memperkirakan, balik modal bisa dalam setahun. (sumber : kontan daily)
Telpon :(021) 68782560