Laman

Sabtu, 24 Oktober 2009

Membonceng Laba dari Usaha Boncengan Anak

Mengantar jemput anak ke sekolah dengan sepeda motor? Sebagian orang tua mungkin was-was lantaran khawatir anak akan jatuh dan celaka. Apalagi, jika si buyung masih kecil dan belum terbiasa menbonceng di sadel sepeda motor. Belum lagi, si anak merasa tak nyaman karena sering tergoncang laju sepeda motor.

Nah, ada orang yang jeli melihat keresahan orang tua itu, dan mengubahnya menjadi ladang usaha. Dia adalah Roihatul Jannah, seorang produsen boncengan anak di sepeda motor.

Gagasan mengawali bisnis ini tak lepas dari pengalamannya mengantar jemput anak dengan sepeda motor. Sebagai seorang ibu yang anaknya masih bersekolah di taman kanak-kanak dan biasa mengantar ke sekolah, kekhawatiran terhadap keselamatan anak saat mengendarai sepeda motor selalu muncul. Ia memang sudah lumayan mahir mengendarai motor. Tapi, it.u tak menjamin bisa membonceng anak dengan aman.

Berdasar kebutuhan ini, Iat, begitu Roihatul biasa disapa, terpikir membuat alat yang lebih bisa menjamin anak duduk nyaman dan aman selama membonceng dengan motor. "Itu alasan mengapa saya memproduksi tempat boncengan khusus anak-anak," katanya.

Semula, Iat menggunakan cara konvensional, yakni menggunakan gendongan bayi yang ia modifikasi. Meski masih darurat dan sementara, setidaknya cara ini jauh lebih aman ketimbang anak diikat pada pinggang pengendara motor.

Ternyata, alat modifikasi gendongan yang ditaruh di motor buatan Iat menarik minat. para tetangga. "Banyak yang tertarik memilik alat itu. Saya pikir, ini merupakan sebuah peluang," katanya.

Dari sekadar modifikasi, Iat mulai mencari cara agar alat pelindung anak saat berboncengan itu bisa lebih kuat dan aman. la mengaku melakukan beberapa percobaan sebelum akhirnya menemukan bentuk yang cocok.

Laku 50 unit per bulan

Setelah yakin dengan hasil temuannya, akhirnya Iat mantap memproduksi boncengan anak untuk kendaraan motor. Targetnya adalah orang tua yang biasa mengantar anak ke sekolah atau mereka yang biasa mobile dengan membawa anak. Ia menamai produknya Helmiat Bonceng Bocah (HBB).

Nama Helmiat diambil dari perpaduan nama Helmi, suami Roihatul dan namanya sendiri. Sedangkan Bonceng Bocah berasal dari fungsi produk ini yang berguna untuk membonceng anak di sepeda motor.

Bentuk dari HBB yang sudah dimutakhirkan Roihatul ini cukup simpel. Kerangkanya terbuat dari bahan baja stainless steel. Sandaran punggung dan bantalan tangan dilapisi dengan busa. Sedang bantalan pantat menggunakan langsung jok motor. Dengan alat ini, anak kecil bisa duduk dengan nyaman meski harus menempuh perjalanan jauh.

Untuk menjamin keamanan, Iat juga melengkapi HBB dengan sabuk pengaman yang mudah dipasang dan dilepas. Dengan cara ini, orang tua Tdak perlu khawatir anak kesayangannya jatuh ketika motor sedang meliuk-liuk di jalanan macet.

HBB ini juga mudah dipasang dan dilepas sesuai kebutuhan. Tidak perlu tenaga khusus saat memasang atau melepasnya. Prinsipnya, alat itu cuma dikaitkan dengan besi pegangan jok belakangan.

Iat membanderol HBB Rp 250.000 per unit. Sementara, kalau membeli dengan jumlah banyak, Roihatul berjanji memberikan diskon harga spesial. Meskipun sudah mengantongi hak paten atas produknya dari Direktorat Jenderal Hak Atas Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM sejak Mei 2008, sampai sekarang Roihatul belum mampu memproduksi HBB dalam partai besar. Dalam satu bulan, ia hanya mampu membuat 50 unit. Sebab, ia tak mempunyai bengkel sendiri. "Selama ini, saya masih bergantung pada bengkel las langganan," katanya.

Impian Iat yang merijadi salah satu finalis Shell Livewire Business Start-Up Awards 2008 itu memiliki bengkel sendiri. "Saya mau buka bengkel sendiri dengan mesin-mesin yang lebih lengkap. Kalau kerjasama dengan bengkel, pesanannya harus secara borongan. Lagipula jumlah tenaga kerja di bengkel itu cuma tiga orang. Akibatnya, rata-rata produksinya selama ini hanya berdasarkan order, yaitu paling banyak cuma bisa 50 unit," katanya.

Kalau sudah memiliki bengkel sendiri, Roihatul optimistis mampu memproduksi lebih banyak HBB sehingga bisa memenuhi pesanan pelanggan yang tak terlayani. (sumber : kontan)

Laundry Jimbo Bidik Anak Kost Hingga Rumah Tangga

Agar pakaian tetap rapi dan bersih tentunya kita harus rajin mencucinya. Hampir semua orang rutin mencuci baju setiap harinya.

Mencuci sendiri bukan pekerjaan yang mudah, perlu tenaga dan ketelitian mencari noda yang kotor dalam pakaian kita. Terkadang, kita malah terlalu sibuk dengan pekerjaan sehingga lupa kewajiban kita untuk mencuci baju.

Anda tidak perlu khawatir jika terlalu sibuk atau bahkan enggan mencuci baju ketika memiliki waktu luang. Waktu luang anda bisa dihabiskan dengan bersantai dan bawa pakaian anda ke laundry house terdekat.

Salah satu laundry house yang menawarkan jasanya di sekitar Jabodetabek adalah Jimbo Laundry House. Rumah cuci yang sudah diwaralabakan sejak 2007 menawarkan peluang usaha yang cukup menjanjikan.

"Target costumer Jimbo sangat beragam. Mulai dari rumah biasa hingga kost-kostan," kata Marketing Director Jimbo Suryani Agus Prabandari kepada detikFinance, akhir pekan lalu. Dengan banyaknya variasi target konsumen ini membuat Jimbo tidak akan kehabisan pangsa pasar.

Hanya dalam jangka waktu satu tahun saja, Jimbo sudah memiliki 11 cabang di sekitar Jabodetabek. Menurutnya, ada dua buah paket waralaba yang ditawarkan oleh Jimbo, yaitu Paket Mini Jimbo dan Paket Super Jimbo.

Biaya yang diperlukan antara keduanya tentu saja berbeda. Total biaya Paket Mini Jimbo sebanyak Rp 49,9 juta. Dana sebesar itu terbagi untuk biaya kemitraan sebanyak Rp 15 juta, penyediaan mesin cuci Rp 23,5 juta, perlengkapan dan bahan baku awal Rp 3 juta dan software administrasi sebesar Rp 8 juta.

"Estimasi balik modal tidak terlalu lama, sekitar 12 - 15 bulan saja jika omsetnya per bulan setengah dari total kapasitas," imbuhnya.

Syarat lain adalah luas bangunan sebesar 18 meter persegi dengan kapasitas listrik 3300 watt juga fasilitas air dan telepon. Akan lebih baik jika lokasinya berada di sekitar komplek padat penduduk, daerah kampus, perumahan atau di sekitar jalan yang sering dilalui pejalan kaki.

Jika masih belum puas dengan yang Mini, anda bisa memilih Paket Super Jumbo. Untuk yang satu ini anda harus menyiapkan dana sebesar Rp 93,5 juta. "Tapi estimasi balik modalnya lebih cepat, sekitar 8 - 10 bulan, karena mesin dan peralatan yang diberikan lebih banyak dari paket Mini," ujarnya.

Dana yang cukup besar tadi terbagi dalam biaya kemitraan sebanyak Rp 15 juta, penyediaan mesin cuci Rp 64,5 juta, perlengkapan dan bahan baku awal Rp 5 juta dan software administrasi sebesar Rp 8 juta.

Syarat bangunannya pun berbeda, luas bangunan minimal 60 meter persegi dengan kapasitas listrik 5500 watt tentunya ada fasilitas telepon dan air bersih.

Ia mengatakan, kedua paket diatas belum termasuk biaya renovasi ruangan, komputer, survey dan arsitek. Jimbo juga menyediakan fasilitas antar jemput cucian kepada pelanggan guna memberikan pelayanan yang maksimal. (sumber : detik.com)

telpon : 02191270690

Renyahnya Fulus dari Bisnis Camilan

Berani bertaruh, sebagian dari Anda pasti doyan ngemil. Selain memanjakan lidah, memakan camilan juga membantu mengusir rasa bosan. Selain itu, kacang bisa mengusir stres. Apalagi, aktivitas mengudap makanan kecil ini bisa dilakukan kapan dan di mana saja. Anda bisa melakukannya sambil bekerja di kantor, atau di saat ngobrol dengan teman.

Kebiasaan ngemil ini membuat pasar makanan camilan semakin semarak. Anda bisa menjumpai pelbagai camilan, seperti keripik, kacang, dan kerupuk, dengan mudah di pasar atau supermarket. Meski penjualnya sudah banyak, camilan ini tetap laris manis.

Tak heran, peluang bisnis makanan camilan juga semakin merekah. Tak hanya pemain besar, pemain kecil pun turut menikmati rezeki ini. Salah satunya adalah Budi Utoyo yang menggarap makanan cepat saji dengan bendera usaha Clup-Clup sejak tahun 2004.

Clup-Clup menggunakan konsep cepat saji lantaran proses menggarapnya tinggal mencelupkan makanan ke minyak goreng. Bisa juga tinggal mencelupkannya ke air mendidih alias direbus. Lewat konsep ini, Budi membidik konsumen yang suka ngemil makanan sehat.

Clup-Clup menjajakan makanan berbahan baku seafood, seperti ikan, udang, cumi, dan kepiting. Bentuk penyajiannya cukup unik. Aneka menu ditusukan lidi sehingga mirip sate.

Untuk mengembangkan bisnisnya, sejak tahun 2004, Budi membuat konsep kemitraan. Saat ini, Clup-Clup sudah memiliki 35 gerai yang tersebar di Jakarta, Bekasi, Makassar, Medan, Bali, Lombok, Palembang, Banjarmasin, dan Lombok.

"Prosedur menjadi mitra cukup mudah dan cepat," ujar Budi. Syaratnya, calon mitra cukup membayar biaya kemitraan sebesar Rp 17,5 juta untuk kerja sama selama lima tahun.

Biaya sebesar ini mencakup pembelian gerobak dan aneka peralatan masak, seperti kompor, tabung gas, dan genset mini. Tak ketinggalan, Clup Clup juga memberi pelatihan bagi karyawan si mitra. Namun, mitra tetap diwajibkan membayar biaya royalti sebesar 5 persen dari total omzet bulanan. "Kalau pendapatan mitra kurang dari Rp 7 juta per bulan, saya membebaskan mereka dari biaya ini," kata Budi.

Modal balik empat bulan

Dalam menjalankan usahanya, mitra perlu merogoh kocek Rp 1 juta-Rp 2 juta lagi untuk membeli bahan baku dari pusat untuk kebutuhan sebulan yang cukup untuk 300-400 porsi.

Meski begitu, jika jarak dan waktu menjadi hambatan, Budi membebaskan mitra membeli bahan baku sendiri. "Misalnya, karena lokasi mitra di Makassar, mereka tidak mungkin beli bahan baku ke kami. Tapi, sebagian besar bahan baku mitra bisa kami pasok," ujarnya.

Dalam hitungan Budi, mitra akan balik modal dalam tempo empat sampai delapan bulan. "Balik modalnya cukup cepat, hanya butuh waktu sekitar enam bulan. Dengan asumsi, mitra mampu menghasilkan omzet minimal Rp 300.000 per hari, mereka bisa balik modal hanya dalam empat bulan," ajar Budi.

Dari usaha ini, marjin keuntungan mitra mencapai 30 persen. Menurut Budi, gerai Clup Clup yang dikelolanya berhasil membukukan omzet minimal Rp 300.000 per hari, atau Rp 9 juta per bulan. "Kala sedang ramai, omzetnya bisa mencapai Rp 500.000 per hari. Itu pun di luar pesanan khusus untuk ulang tahun dan pesta," ujar Budi. (Kontan)

Sepatu Cari Kaki, Raup Omset Milliaran

Sadar atau tidak, ternyata banyak orang yang memiliki masalah pada kakinya. Terlebih perempuan yang senang memakai sepatu bertumit tinggi (high heel). Alasannya, membuat badan terlihat lebih tinggi, kaki lebih jenjang, dan penampilan pun jadi lebih menawan. Namun, memakai high heel berkepanjangan bisa memicu masalah pada kaki seperti varises, cedera otot kaki, nyeri sendi, atau penumpukan darah beku di ujung telapak kaki.

Karena pernah mengalaminya, Elly pun mendirikan usaha pembuatan sepatu rumahan. Uniknya, dia mengambil pasar untuk kaki bermasalah. Dengan modal awal kurang Rp 1 juta, Elly mampu menggaet konsumen dari kelas sosial atas. "Modalnya hanya Rp 950 ribu dengan mesin jahit butut ini," kata Elly saat Kompas.Com bertandang di rumahnya,di Pejaten Barat, Jakarta Selatan.

Lantaran sang suami kala itu sedang sakit dan membutuhkan perhatian lebih, Elly memutuskan untuk meninggalkan kariernya sebagai liaison officer KONI pusat dan mendirikan usaha. Tahun 2000, dia lalu mendirikan usaha pembuatan sepatu PT Ethree Abadi. "Ketika suami saya akhirnya meninggal karena sakit, saya berjuang dengan anak-anak. Itu luar biasa," kata Elly.

Kala itu, Elly menuturkan, Ethree hanya mempunyai 1 pegawai. Untuk tenaga marketing, ketiga anak Elly yang melakukannya. Pemasaran pun berawal dari sekolah ke sekolah. Ujarnya, "Anak saya menawari gurunya, terus lama-lama berkembang."

Elly berfilosofi, kaki itu ibaratnya seperti sidik jari, tidak ada yang identik. Kaki yang terlihat normal pun kadang menyimpan masalah. Sering orang tidak sadar kalau dirinya mempunyai ukuran punuk atau telapak kaki besar sebelah. Karena itu, dalam membuat sepatu, Elly menggunakan ilmu anatomi. "Di telapak kaki ada 61 titik yang harus diperhatikan," tutur lulusan SMA Negeri 8 Jakarta ini.

Untuk membidik pasar, perempuan kelahiran Garut, 27 Agustus 1967 ini menggunakan kalkulasi sederhana. Menurut dia, dari 240 juta penduduk Indonesia, sepertiga di antaranya memakai sepatu. Dari 80 juta penduduk tadi, dia mengestimasikan ada 0,5 persen yang memiliki kaki bermasalah. Entah ukurannya ekstra besar atau sebaliknya, atau telapak beda sebelah. "Ini pasar yang spesifik. Sayang sekali kalau tidak digarap," ujarnya.

Di bengkel kerja Ethree, karyawan akan mengukur kaki klien. Pertama, telapak kaki yang diukur, kemudian punuk, lingkar pergelangan, hingga ukuran ibu jari kaki. "Prinsipnya kami membuat sepatu yang mencari kaki, bukan kaki yang mencari sepatu," tuturnya.

Pengukuran ini dilakukan agar sepatu tidak membuat kaki lecet meskipun masih baru. Selain membuat sepatu untuk kaki bermasalah, Ethree juga mempunyai divisi produk sepatu massal untuk pramugari dan pegawai negeri. Untuk bahan baku, perusahaan mitra binaan Departemen Perindustrian (Deperin) ini mendatangkan kulit dari Garut, Surabaya, dan Cianjur.

Elly menuturkan,"Di dunia, kulit paling bagus itu dari Garut, Indonesia. Hanya proses penyamakannya saja kurang maksimal, jadi kalah dari negara lain," ujarnya.

Pesanan dari Wapres

Meski hanya usaha sepatu rumahan, namun Elly mengatakan sepatu buatannya tidak kalah dengan brand ternama, seperti Bally, Aigner, atau Prada. Bahkan, mayoritas pelanggannya adalah para pejabat beserta istri dan pengusaha papan atas negeri ini. Sebut saja, Wakil Presiden Jusuf Kalla, Gubernur DKI Jakarta, atau Fahmi Idris. "Pak Wapres pesan sepatu golf tanggal 3 November 2008, kemarin," kata ibu 3 putra ini.

Masalah harga, Elly mematok harga Rp 350.000 hingga Rp 2 juta per pasang sepatu. Tiap tahun, usaha ini berhasil meraup omset Rp 1 miliar, belum termasuk pendapatan dari divisi massalnya. Saat ini, pemenang penghargaan Gugus Kendali Mutu 2007 ini, tengah mengerjakan pesanan 500 pasang sepatu untuk pramugari Mandala Airlines.

Tahun lalu, Elly membuka gerai kedua di Sarinah, setelah sebelumnya ada di Cilandak. Elly berangan-angan ingin menjalin kerjasama dengan Departemen Sosial untuk membuat sepatu khusus anak-anak cacat. "Agar mereka juga bisa tampil gaya. Misalnya di hari besar, tahun baru, Lebaran, atau Natal," paparnya. (sumber : kompas.com)

Kamis, 22 Oktober 2009

Sebuah peluang mempunyai usaha Surabi IceCream





Surabi dikenal sebagai makanan khas Jawa Barat, sudah berpuluh-puluh tahun dapat bertahan walaupun banyak makanan baru datang silih berganti. Kenyataan ini bukan tanpa alasan, sudah jelas bahwa makanan tradisional Indonesia terbukti mampu menciptakan rasa makanan yang sesuai dengan lidah masyarakat Indonesia salah satunya adalah surabi.

Surabi IceCream Padjadjaran merupakan salah satu tempat makan yang menyediakan aneka menu berbagai macam surabi. Mulai dari surabi tradisional yaitu surabi oncom, maupun surabi kinca sampai dengan surabi dengan toppping paduan antara barat dan timur seperti surabi Ice cream, surabi ayam mayonaise, surabi coklat keju susu dsb. Surabi IceCream Padjadjaran terletak di Bogor, kami sudah berpengalaman dalam mengelola makanan ini. Sudah banyak media baik cetak maupun televisi meliput makanan kami.

Sekarang dibuka peluang bagi anda yang benar-benar menginginkan punya usaha Surabi. Peluang ini hanya khusus bagi anda yang mau berjuang dalam berusaha. Mental usaha sangat diperlukan dalam memulai segala macam usaha termasuk usaha ini. Calon pengusaha surabi nanti tidak hanya sekedar dapat berjualan saja tetapi juga akan diberikan seluruh rahasia resep kami sehingga anda dapat mandiri dalam berjualan surabi. Anda akan dapat merasakan margin yang cukup besar karena anda membeli sendiri bahan-bahan makanannya di pasar dekat tempat usaha anda.

Apabila anda sangat berminat dalam memulai usaha ini anda dapat mengirimkan email ke surabiicecream@gmail.com.

rgds,

surabiicecream@gmail.com

Senin, 19 Oktober 2009

Laba nan besar di kerudung ber magnet

LAIKNYA barang fesyen, perkembangan jilbab pun sangat pesat. Model, corak, warna, dan bahan dasarnya terus berkembang. Pasar yang besar di satu sisi, dan persaingan yang kian ketat di sisi lain, mendorong pembuat jilbab terus menciptakan kerudung kreasi terbaru.

Di antara sekian banyak jajaran jilbab model teranyar, jilbab buatan Herawati menonjol karena menawarkan hal berbeda. Pengusaha di Klaten ini membuat jilbab yang tak hanya berfungsi sebagai penutup aurat muslimah, tetapi sekaligus juga sebagai pakaian yang menyehatkan pemakainya.

Banyak orang menyebut jilbab buatan Herawati sebagai jilbab bermagnet. Namun Herawati sendiri lebih suka menyebutnya Jihat, kependekan dari jilbab sehat.

Jilbab buatan Herawati memang terbuat dari magnet.Tapi, jangan buru-buru membayangkan jilbab tersebut terbuat dari magnet seluruhnya. Herawati hanya menempelkan magnet dalam kain kerudung buatannya. Magnet-magnet itulah yang diyakini bisa berpengaruh positif pada kesehatan tubuh pemakainya.

“Banyak literatur menjelaskan magnet dapat menyeimbangkan ion positif dan negatif dalam tubuh,” kata Herawati. Ia merujuk pada trend gelang dan kalung kesehatan yang kini banyak dipakai orang.

Karena digunakan sebagai penutup kepala, imbuh Herawati, jilbab bermagnet dapat memperlancar aliran darah ke otak. Jilbab tersebut juga mengatasi berbagai keluhan seperti pusing-pusing, badan pegal karena terlalu lama atau karena jilbab dipasang terlalu kencang.

Ia mengaku tak sembarangan menempatkan magnet pada jilbab buatannya. Ada ukuran tertentu untuk magnet yang ia gunakan. “Saya sisipkan delapan magnet. Empat di kanan dan empat lagi di kiri,” paparnya.

Herawati sudah berbisnis perlengkapan muslimah sejak lima tahun lalu. Tapi baru setahun terakhir dia memproduksi jilbab sehat.

Rupanya jilbab buatannya mendapat sambutan hangat dari konsumen. Dalam sebulan, ia bisa menjual 2.000 helai jilbab. Dengan harga Rp 90.000 per helai, ia meraup omzet Rp 180 juta perbulan. “Selama bulan puasa kemarin, penjualan kami naik dua kali lipat,” katanya.

Herawati memasarkan Jihat lewat 10 gerai miliknya yang tersebar di Klaten, Solo, Boyolali, dan Jogja. Dari gerai-gerai itulah, jilbab bermagnet buatannya melanglang buana hingga ke Malaysia, Singapura, Brunei, dan Qatar. “Kebanyakan pembeli kami menjual lagi ke mancanegara,” katanya. sayangnya, dia mengaku tak ingat berapa banyak jilbabnya yang diekspor.

Herawati yakin usaha ini masih bisa berkembang. Sebab permintaan, terutama ekspor, terus meningkat. Ia sendiri mengaku tidak bisa memenuhi semua pesanan. Dengan mempekerjakan 50 penjahit, ia hanya sanggup membuat 2.000 jilbab per bulan. “Kami tidak bisa buat banyak karena menjahitnya memang perlu teknik tersendiri dan tidak bisa cepat,” katanya.(kontan)

Meraup laba dari sandal kartun lucu

ALAS KAKI, entah itu sepatu atau sandal, bukan lagi hanya kebutuhan sandang yang bersifat primer. Kini, alat alas kaki juga sudah menjadi bagian dari fesyen. Makanya, makin banyak kreasi alas kaki unik yang beredar di pasaran.

Adalah Sukirno, salah seorang yang jeli menangkap peluang bisnis alas kaki itu. Agar bisa bersaing, Sukirno sadar dia harus menawarkan sesuatu yang unik dan berbeda. Maka pada 2002 silam, Sukirno mulai memproduksi berbagai macam sandal dengan beragam bentuk unik.
Misalnya, bentuk buah-buahan atau tokoh kartun dengan warna-warni nan cantik.

Bisnis pembuatan sandal unik ini cantik ini sebenarnya bukanlah bisnis pertama Sukirno. Sebelumnya, ia sempat memproduksi gantungan kunci dari bahan karet sebagai barang jualannya. Namun ternyata bisnis gantungan kunci itu seret. Merasa tak bisa mengasapi dapurnya dengan bisnis gantungan kunci itu, Sukirno pun mencari ide produk lain yang belum banyak dikerjakan orang.

Tercetuslah ide membuat sandal berbentuk unik di benaknya. “Idenya muncul tiba-tiba, karena selama ini saya lihat bentuk sandal itu-itu saja,” beber Sukirno. Ia butuh waktu sekitar setahun untuk bereksperimen membuat sandal berkualitas baik, termasuk mencari berbagai macam bentuk dan model sandal.

Setelah semua persiapan beres, dengan modal sekitar Rp 1,5 juta, Sukirno pun mulai menggulirkan roda bisnisnya. Modal sebanyak itu dia gunakan membeli cetakan sandal, bahan pewarna, lem, spon dan kain. Berbagai macam bentuk sandal lucu pun berhasil ia ciptakan. Seperti model pepaya, semangka, dan karakter tokoh kartun Walt Disney seperti Micky Mouse.

Buat menengah ke atas

Awalnya, dia hanya mampu memproduksi sekitar 300 pasang sandal per minggu. Harga jualnya Rp 6.000 sepasang.

Sukirno memasarkan sandal buatannya itu melalui saudaranya yang berprofesi sebagai pedagang kaki lima di Bandung. Tapi tak lama ia pun berpikir, sandalnya lebih cocok untuk kalangan menengah ke atas. “Sehingga pemasarannya saya alihkan ke Jakarta dan saya bekerjasama dengan beberapa tempat pariwisata di Jakarta,” katanya.

Mendapat respon positif dari pasar, Sukirno pun mengembangkan sandal berbentuk ikon atau maskot tempat wisata, seperti Dunia Fantasi, Taman Safari dan Ragunan.

Selain jualan di area wisata, Sukirno pun menjual sandalnya secara eceran di toko-toko. Harga jualnya pun naik menjadi Rp 25.000 sepasang untuk eceran, dan Rp 15.000 untuk grosiran. “Margin untuk grosir 40%, dan eceran bisa sampai 150%,” katanya.

Kini, produksi Sukirno sudah meningkat. Dibantu 16 karyawannya, kini mampu memproduksi hingga 1.000 pasang sandal dalam sepekan. Setiap bulan, Sukirno harus menyediakan Rp 7 juta untuk belanja bahan baku dan biaya operasional.

Lantas bagaimana proses produksinya? Sukirno mengatakan, beberapa bagian proses memang butuh formula tertentu yang jadi rahasia dapurnya. Tapi secara umum pembuatan sandal ini relatif mudah.

Pertama-tama, cetak bahan baku spon dalam cetakan untuk membentuk alas sandal. Lalu, warnai sandal dengan pewarna menggunakan tangan dan juga mesin. Setelah itu baru dipasang tali dari kain dan dijahit.

Sukirno mengaku dalam sebulan ia bisa menjual 1.000 pasang sandal. Secara kasar, dengan asumsi harga jual rata-rata Rp 20.000 sepasang, omzetnya Rp 20 juta sebulan (kontan)