Laman

Minggu, 26 Oktober 2008

Menjadi petani plasma tembakau

Agar pasokan tembakaunya selalu lancar, pabrikan rokok besar sengaja bekerja sama dengan petani yang bersedia menanam tembakau. Sang petani juga bisa mendulang laba, lantaran tanaman tembakau tidak memerlukan perawatan dan air yang banyak seperti padi. Tak ada yang menyangkal bahwa jumlah perokok di Indonesia sangat banyak. Hal itu setidaknya tecermin dari banyaknya produsen rokok, baik yang kelas gurem ataupun pabrikan besar. Namun, tembakau dari Indonesia belumlah setenar tembakau Brazil.

Setidaknya untuk tembakau sigaret jenis Virginia FC yang lazim ditanam di dataran rendah. Cukup ironis, mengingat sekitar seratus tahun lalu justru tembakau dari Bojonegoro yang banyak dipuji-puji.Bukan itu saja. Kebanyakan pabrikan rokok di Indonesia juga masih harus mengimpor virginia. Maklum saja, meski mulai banyak petani tembakau, kualitas panenannya dianggap belum cukup bagus untuk diolah di pabrik rokok. Hal inilah yang terjadi di Lombok 10 tahun lalu. Waktu itu, kata Kuswanto Setiabudi, Leaf Station Manager Sadhana Arifnusa, selain kualitasnya buruk, hasil panenan tembakau pun kurang dari 1 ton per hektare.

Kondisi agroklimat di Lombok sendiri cukup memenuhi syarat untuk menanam tembakau virginia. Ada sekitar 18.700 ha yang sudah ditanami tembakau, namun masih ada potensi lahan seluas 32.000 ha lagi. Itu sebabnya banyak produsen rokok besar turun tangan dan menawarkan kerja sama pada petani. Salah satunya adalah HM Sampoerna yang mengerahkan mitranya bernama Sadhana Arifnusa. Sadhana, saat ini, mengelola lahan seluas 3.000 ha. "Kami masih mencari petani yang mau diajak bekerja sama," tutur Kuswanto. Sumitro, Field Technician Training Farm Sadhana Arifnusa, mengatakan bahwa belakangan memang banyak petani yang mau banting setir menanam tembakau dan bekerja sama dengan mereka.

Pasalnya, ujar Sumitro, 1 ha lahan yang ditanami padi bisa menghasilkan gabah senilai Rp 4 juta jika harganya bagus. "Tapi, kalau tembakaunya bagus, mereka bisa mendapat Rp 10 juta," ujarnya. Selain itu, kebutuhan air tanaman tembakau cuma seperlima kebutuhan air padi. Si petani juga tidak melulu menanam tembakau sepanjang tahun. Andrew Cockburn, Head of Leaf Production Sampoerna, menjelaskan bahwa sistem tanam harus diatur agar tanah tidak kehilangan kesuburan. Penanaman tembakau lazimnya dilakukan sepanjang April sampai Juli, dilanjutkan dengan jagung dan crotalaria selama tiga bulan.

Sedangkan padi bisa ditanam pada lahan yang sama selama Desember sampai Maret. Jaminan pembelian daun tembakauOngkos produksi petani tembakau untuk 1 ha lahan di Lombok adalah sekitar Rp 16 juta. Nah, Sadhana menawarkan kerja sama dengan memberikan benih, obat-obatan, pupuk, dan pendampingan teknis selama musim tanam. "Kami juga memberikan uang tunai Rp 2 juta untuk modal," tutur Kuswanto. Pendamping teknis umumnya sangat diperlukan oleh petani baru. Hal ini berhasil meningkatkan kualitas dan panenan petani.

Ketika program dimulai tahun 1995, produktivitas lahan paling banter hanya 1,7 ton per hektare dengan kualitas daun tidak seragam. Tahun lalu produktivitas lahan mencapai 2,3 ton per hektare dan 98% daun tembakau bisa langsung diproses di pabrik tanpa perlu sortir ulang. Selain menyewa lahan, petani juga harus memiliki oven untuk mengasapi daun tembakau. Biaya pembuatan oven Rp 11 juta, dan Sadhana biasanya membantu sebesar 20%. Sebagai imbal baliknya, petani harus menjual hasil panenan kepada Sadhana.

Adapun pinjaman yang diemban akan diatur skema pengembaliannya, tergantung kondisi petani. "Kalau mereka belum mampu, kami tidak memaksa. Memang, satu dua tahun biasanya begitu," kata Kuswanto. Usai diasapi, daun tembakau dibawa ke Sadhana. "Bagaimana pun kondisinya pasti harus kita beli," kata Eko Hendro Sudaryanto, Leaf Buyer Manager Sadhana. Tembakau dari petani biasanya sudah dipilah sesuai kondisinya. Nantinya, Sadhana menetapkan grade tembakau.

Petani bisa saja menolak grade yang ditetapkan karena pengelompokan ini akan menentukan harga tembakau. "Tapi, sangat sedikit petani yang tidak terima," kata Eko. Pada prakteknya, petani plasma Sadhana yang memiliki panenan bagus kerap disambangi pembeli dari luar Sampoerna. "Karena tidak investasi, mereka menawarkan harga yang lebih bagus," ujar Kuswanto. Memang, ada satu dua petani yang berpaling. Konsekuensinya, nama mereka akan dicoret dari daftar petani plasma Sadhana. Namun, kata Kuswanto, lebih banyak petani yang setia. Seperti H. Lalu Ayub yang menggarap 5 ha kebun tembakau atau sekitar 70.000 pohon. Ayah empat anak ini bisa menghasilkan sekitar 11,5 ton tembakau kering. Karena kualitasnya sangat bagus, Lalu Ayub menjual tembakaunya dengan harga Rp 14.000 per kilogram tahun lalu. "Saya banyak dapat tawaran harga yang lebih tinggi, tapi saya tak mau jual," ujar pria berusia 51 tahun yang mempekerjakan lebih dari 40 orang ini.

Khusus untuk Petani sebagai mitra HM Sampoerna yang memasok daun tembakau, Sadhana Arifnusa tidak menetapkan syarat yang berat untuk petani plasma mereka. Menurut Kuswanto Setiabudi, Leaf Station Manager Sadhana, tidak ada luas lahan minimal yang harus dimiliki atau disewa petani. Luas lahan sepenuhnya tergantung kondisi daerah masing-masing. Di Lombok, memang ada petani yang mengelola 2 ha, bahkan 5 atau 10 ha lahan. "Tapi di Yogyakarta, cukup dengan 0,75 ha saja, karena di sana sewanya mahal," kata Kuswanto. Tembakau virginia akan tumbuh dengan baik pada tanah dengan ketinggian 300 sampai 600 di atas permukaan laut. Selain itu, harus di tanah vulkanik atau kawasan yang dekat dengan gunung berapi.

Saat ini Sadhana punya pola kerja sama dengan petani di Lombok, Yogyakarta, Malang, Bali, Karang Jati, dan Blitar untuk tembakau virginia.Meski demikian, papar Kuswanto, ada syarat utama yang harus dipenuhi. Mereka yang bergabung dalam program ini adalah benar-benar petani. "Bukan hanya orang yang punya uang, lantas mau ikut menanam tembakau," katanya. Alasannya, sambung Kuswanto, para petani biasanya benar-benar mau mengakrabi tanamannya dan tidak keberatan bergelut dengan tanah.

Demi terpenuhinya syarat utama ini, Sadhana melakukan survei kepada petani yang mengajukan diri sebagai petani plasma. "Kami akan survei tanah dan orangnya," tutur Kuswanto.Mengenali Hambatan UtamaLayaknya petani tanaman lain, petani tembakau juga punya musuh yang sulit dikalahkan: musim. "Musim kan sulit diatur, padahal petani bergantung pada musim," ungkap Andrew Cockburn, Head of Leaf Production HM Sampoerna. Terlebih, kondisi tanah di Lombok Timur juga cenderung kering dan mahal air. Alhasil, petani harus membeli air untuk mengairi kebunnya.

Itu sebabnya Andrew, yang acap dipanggil Endro oleh petani setempat, mengembangkan teknologi tertentu untuk menahan air. "Kami mencoba menaruh jerami di sekeliling tembakau, untuk menahan air," katanya sembari mengeduk batang padi kering yang sudah bercampur dengan tanah. Selain itu, musim yang tidak menentu juga berpengaruh kepada kualitas daun. Sebut saja ketika terjadi salah musim. Masa yang diperhitungkan sebagai musim kemarau ternyata malah diselimuti mendung. Menurut Kuswanto Setiabudi, Leaf Station Manager Sadhana Arifnusa, jika hal itu terjadi maka fotosintesis pada daun pun terhambat lantaran matahari tidak bersinar utuh. "Jadi, jaringan yang terbentuk juga tidak tebal," kata dia.

Tidak ada komentar: