Laman

Senin, 27 Oktober 2008

Monalisa : Pelopor Burger di Kota Gudeg

Monalisa Burger menjadi gaya makan baru masyarakat Yogyakarta. Kendati muncul pesaing baru, Monalisa terus ekspansif. Prospek pasarnya masih lebar. Bila senja telah tiba, suasana Jl. Kaliurang, Jogja mendadak berubah menjadi semringah. Makanan apa saja yang Anda inginkan pasti tersedia lengkap di sini. Dari menu asli Indonesia, hingga menu-menu manca negara. Diantara deretan warung para juragan makanan tersebut, ada sebuah gerai yang tidak pernah sepi. Itulah gerai Monalisa Burger.

Meskipun terkenal sebagai spesialis burger, Monalisa juga menjual menu barat lainnya seperti piza, spagheti, hot dog, dan aneka minuman ringan. Monalisa Burger, boleh dibilang pelopor burger local. Hari-harinya dikomandoi Wibowo Agung Sanyoto. Monalisa dibuka 1988. Awalnya hanya sebagai pengisi waktu di sela-sela kegiatan kuliahnya di Jurusan Perminyakan di UPN Veteran. Pilihannya jatuh pada burger, yang kala itu, masih terbilang asing bagi orang Jogja.Ia tertarik bisnis burger karena makanan ini praktis dan bisa ditenteng atau makan sambil jalan. Selain itu, makanan ini termasuk menu yang “bergengsi” (padahal burger itu makanan kelas pekerja kasar di negeri asalnya.Red).

Tanpa pengetahuan memadai ia mengajak ibunya menjadi “cook” dadakan. Padahal sang ibu pun idem ditto tak ngerti burger. Untung sang ibu termasuk ahli masak, dan cepat menangkap maksud Agung ketika dideskripsikan secara lisan. Tentang nama Monalisa Agung punya alasan yang rasional. “Saya ingin menggunakan nama-nama yang sudah dikenal banyak orang agar gampang akrab,” kata Agung.Sebagai edisi perdana Monalisa diperkenalkan Agung kepada kolega terdekat. Selanjutnya konsumen sudah mulai berdatangan. Pada umumnya awalnya mereka penasaran melihat tulisan spanduk Monalisa burger, karena dianggap sebagai makanan yang masih asing. “Semula orang bertanya-tanya, lalu coba-coba akhirnya menjadi ketagihan,” katanya.Monalisa menjadi berkah.

Karena setelah Monalisa mulai berkembang perusahan batik milik keluarga dengan merek Bintang Sejuta mulai redup. Belum genap setahun, Agus telah memiliki karyawan yang jumlahnya 20 orang khusus untuk membuat burger. Ia pun mulai memproduksi roti sendiri biar kualitas dan harganya terjamin.Kekuatan Monalisa?. Agung berani bertaruh karena daging yang empuk, karena racikan sang ibu, dan tampilan yang segar. Kini Monalisa melenggang terus, kendati kini banyak pesaing baru.

Bahkan ketika Mc Donald masukpun Agung tak gentar, “Alhamdulillah pelanggan kami banyak yang loyal, mungkin sudah cocok dengan menu kami,” katanya. Kendati harga Monalisa lebih mahal dari Mc Donald, menurut Agung konsumennya ogah pindah. Sebagai gambaran Agung melepas burgernya dengan harga rata-rata Rp 6.500/pieces. (Bandingkan dengan pemain besar asing).Monalisa telah menjadikan kocek pemilik Agung sekeluarga semakin tebal. Dari tiga gerainya di seantero Yogya diperkirakan membukukan 600 transaksi per malam. Itu sebelum kenaikan harga minyak. Katakanlah sekali makan orang menghabiskan Rp 5000 saja, berarti semalam volume penjualannya mencapai Rp 3,5 juta. Kalau sebulan? Bisa dihitung sendiri. Jadi mengapa burger? Dengan margin keuntungan, katakanlah 20% saja, bisa dihitung berapa isi kocek Wibowo sekeluarga per bulannya.

Wibowo tampaknya mengiyakan, trend perubahan pola makanan masyarakat moderen menjadi salah satu sebab mengapa bisnis burger semakin berkembang. Dan yang penting juga prospek dan peluang usahannya semakin hari semakin lebar. Dengan sedikit penjualan yang menurun (kurang lebi 50% karena kenaikan harga BBM), Agung tetap melaju dengan bulatan burgernnya. Buktinya, baru-baru ini dia membuka satu gerai baru di kawasan Seturan Yogyakarta. So burger will be the next big business hah?

Tidak ada komentar: